BEBERAPA KESALAHAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK

 

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah y, beserta para keluarga, sahabat, dan orang-orang yang tetap istiqomah menegakkan risalah yang dibawanya hingga akhir zaman.

Keluarga (disamping sekolah dan masyarakat) memegang peranan penting dalam pendidikan anak. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam fase pertumbuhannya, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupannya (usia pra-sekolah). Pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sesudahnya.

Para ulama Islam banyak memberikan perhatian dan membahas tentang pentingnya pendidikan melalui keluarga. Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan anak mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak merupakan amanat bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya. Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan, dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dan akhirat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tetapi, jika dibiasakan dengan kejelekan dan dibiarkan tidak didik sebagaimana binatang ternak, niscaya dia akan menjadi jahat dan binasa”.

Dalam melaksanakan tugas mendidik anak, orang tua harus membekali dirinya dengan pengetahuan dan kearifan. Hal ini dibutuhkan untuk menghindari kesalahan dan penyimpangan dalam melaksanakan tugas mulia tersebut.
Berikut ini sebagian kesalahan yang sering dilakukan oleh para orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Semoga Allah lmemberikan maunah (pertolongan)-Nya kepada kita untuk dapat menjauhinya dan menunjukkan kita kepada kebenaran.

1. Ucapan orang tua tidak sesuai dengan perbuatan.

Ini merupakan kesalahan terpenting, karena anak belajar dari orang tua banyak hal, tetapi ternyata sering bertentangan dengan apa yang telah diajarkannya. Tindakan ini berpengaruh buruk terhadap mental dan perilaku anak. Allah k mencela perbuatan ini dengan firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat.
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”. (QS. 61:3)

Bagaimana anak akan belajar kejujuran kalau ia mengetahui orang tuanya berdusta? Bagaimana anak akan belajar sifat amanah, sementara ia melihat bapaknya menipu? Bagaimana anak akan belajar akhlak baik bila orang sekitarnya suka mengejek, berkata jelek dan berakhlak buruk?
Untuk itu sifat ini harus dihindari oleh para orang tua dan para pendidik.

2. Kedua orangtua tidak sepakat atas cara tertentu dalam pendidikan anak.

Kadangkala seorang anak melakukan perbuatan tertentu di hadapan kedua orang tuanya, pada saat itu sang ibu memuji dan mendorong sedang sang bapak memperingatkan dan mengancam. Anak akhirnya menjadi bingung, mana yang benar dan mana yang salah di antara keduanya. Hal ini sangat berbahaya, karena akan mengakibatkan anak menjadi bimbang dan segala urusan tidak jelas baginya.

3. Membiarkan anak menjadi korban televisi.

Media massa mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam perilaku dan perbuatan anak, dan media yang paling berbahaya adalah televisi. Hampir tidak ada rumah yang tidak mempunyai televisi. Padahal pengaruhnya demikian luas terhadap anak maupun orang dewasa.

Banyak orang tua yang tidak menaruh perhatian bahwa anak mereka kecanduan menonton televisi. Padahal ini sangat berpengaruh terhadap akhlak, fitrah dan pendidikan mereka. Plomery, seorang peneliti mengatakan: “Anak pada umumnya, dan kebanyakan orang dewasa, cenderung menerima, tanpa mempertanyakan , segala informasi yang tampil di film-film dan kelihatan realistis. Mereka dapat mengingat materinya dengan cara yang lebih baik … maka akal pikiran mereka menelan begitu saja nilai-nilai yang rendah itu..”.
Oleh karena itu, anak-anak harus dilindungi dan diawasi dari perangkat yang dapat merusak ini. Hal ini, tidak diragukan lagi, bukan sesuatu yang mudah tetapi juga tidak mustahil, jika orang tua mempunyai kemauan untuk menjaga akhlak anak-anak mereka dan mempersiapkannya untuk mengemban misi agama dan ummat.

4. Menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak kepada pembantu atau pengasuh.

Kesalahan yang amat serius dan banyak terjadi di masyarakat kita adalah fenomena kesibukan ibu dari peran utamanya merawat rumah dan anak-anak dengan hal-hal yang tentunya tak kalah penting dari pendidikan anak. Misalnya, sibuk dengan karir di luar rumah, atau sering mengadakan kunjungan, menghadiri pertemuan, atau hanya karena malas-malasan dan tidak mau menangani langsung urusan anak dan menyerahkan anak dalam perawatan wanita lain seperti pembantu, atau membawanya ke tempat pengasuhan. Akibatnya anak akan kehilangan kasih sayang ibu yang sangat dibutuhkannya. Hal ini berbahaya sekali terhadap kejiwaan anak dan masa depannya, karena anak berkembang tanpa kasih sayang. Jika anak miskin kasih sayang, ia pun akan bertindak keras terhadap anggota masyarakatnya, akibatnya masyarakat hidup dalam kekacauan, keretakan dan kekerasan.

5. Orang tua menampakkan kelemahannya dalam mendidik anak.

Hal ini banyak terjadi pada ibu-ibu dan kadangkala terjadi pada bapak-bapak. Kita dapatkan, misalnya, seorang ibu berkata: “Anak ini mengesalkan. Aku tidak sanggup menghadapinya. Aku tak tahu, apa yang harus aku perbuat dengannya”. Padahal saat itu anak mendengarkan ucapan tersebut, maka anak pun merasa bangga dapat mengganggu ibunya dan membandel karena dapat menunjukkan keberadaannya dengan cara ini.

6. Berusaha mengekang anak secara berlebihan

Sebahagian orang tua tidak memberi kesempatan bermain, bercanda dan bergerak kepada anak. Ini bertentangan dengan tabiat anak dan bisa membahayakan kesehatannya, karena permainan penting bagi pertumbuhan anak. Permainan di tempat yang bebas dan luas termasuk faktor terpenting yang membantu pertumbuhan fisik anak dan menjaga kesehatannya. Maka seharusnya orang tua tidak mencegah anak-anak yang sedang bermain pasir ketika wisata ke tepi pantai atau di tengah padang pasir, karena itu merupakan waktu bersenang-senang dan bermain bagi mereka, bukan waktu untuk berdisiplin.

7. Mendidik anak tidak percaya diri dan merendahkan pribadinya

Hal ini banyak terjadi di kalangan bapak-bapak; padahal ini berpengaruh jelek terhadap masa depan anak dan pandangannya terhadap kehidupan. Karena anak yang terdidik rendah pribadi dan tidak percaya diri akan tumbuh jadi penakut, lemah dan tidak mampu menghadapi beban dan tantangan hidup, bahkan sampai ia menjadi dewasa.
Karena itu, seyogianya anak-anak dipersiapkan untuk dapat melaksanakan tugas agama dan dunia. Dan hal ini tidak akan tercapai kecuali dengan mendidik mereka untuk memiliki rasa percaya dan harga diri, namun tidak sombong dan takabur; serta senantiasa diupayakan agar anak dikenalkan pada hal-hal yang bernilai tinggi dan dijauhkan dari hal-hal yang bernilai rendah.

Diambil dan disarikan dari buku:
alwajiz fi at-tarbiyah
Karya: Syaikh Muhammad Al Hasan

Aku Takut Menikah Karena Belum….

1. Belum Bekerja

Inilah masalah klasik seputar menikah, terutama bagi pihak pemuda. Ketika sudah merasa cocok dengan seorang muslimah, dan jika ditunda-tunda bisa berakibat buruk, ternyata si Pemuda belum punya pekerjaan untuk menghidupi keluarga kelak. “mau dikasih makan apa anak dan istri kamu, dikasih cinta doang ?!?” Begitulah perkataan sinis yang senantiasa terngiang-ngiang ditelinganya.

Seorang laki-laki memang merupakan tulang punggung dalam sebuah keluarga. Menghidupi seluruh anggota keluarga adalah tangging jawabnya. Rasulullah bersabda, yang artinya, “Bertaqwalah kepada Allahdalam memperlakukan wanita. Sebab kamu mengambilnya dengan amanat allah dan farjinya menjadi halal bagi kamu dengan kalimat Allah. (Menjadi) kewajiban kamu untuk memberi rizki dan pakaiannya dengan cara yang baik.” (HR.Muslim)

Dengan demikian, penghasilan dalam suatu keluarga memang diperlukan. Namun sebenarnya, tidak berarti belum kerja kemudian tidak boleh menikah. Allah SWT berfirman, yang artinya, “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian (belum menikah) diantara kamu, dan orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamuyang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Surat An-Nur : 32)

Penghasilan bisa dicari setelah menikah. Yang pertama kali harus dilakukan adalah percaya dan yakin akan janji Allah pada firman-Nya di atas. Tak sedikit pemuda yang susah mencari kerja sebelum menikah, tapi setelah menikah ternyata banyak tawaran kerja dan peluang kerja.

Sebagai persiapan sebelum menikah, kesungguhan dalam menuntut ilmu dunia agar kelak mudah mendapatkan penghidupan yang baik pula untuk dilakukan. Walaupun tak selamanya relevan, kuliah yang baik dan dan prestasi yang bagus masih merupakan suatu modal yang dapat diandalkan dalam mencari kerja. Bagaimana kalau kuliah sudah terlanjur tidak karuan ? Jika sudah begini perlu juga pegang prinsip bahwa pekerjaan kelak tidak harus sesuai dengan bidang yang dipelajari saat ini. Banyak yang dapat rejeki lumayan dari bekerja dalam suatu bidang yang dulu tidak pernal dipelajari dalam jenjang pendidikan formal.

Persiapan lain yang bisa dilakukan adalah kuliah sambil kerja. Sembari menabung, juga bisa untuk jaga-jaga apabila ketika lulus nanti tidak langsung diterima bekerja sesuai bidang yang dipelajari.

2. Belum Lulus

 Berbeda dengan yang pertama, masalah yang satu ini bisa menjadi penghalang bagi pihak pemuda dan pemudi. Mungkin seseorang sudah bekerja atau sudah punya prinsip untuk mencari kerja setelah menikah namun ia ragu untuk menikah gara-gara belum lulus kuliah. Bisa jadi pula yang punya alasan seperti ini sang pemudi pujaan hatinya. Bayangan kuliah sambil menikah baginya tampak menyeramkan. Kuliah sambil mengurus diri sendiri saja sudah repot apalagi jika harus ditambah tanggung jawab mengurus orang lain. Ditambah kalau si buah hati sudah lahir dan belum juga lulus kuliah, tampaknya akan tambah repot.

Sebenarnya, menikah tidaklah selalu mengganggu kuliah. Malahan hadirnya pendamping hidup baru bisa menambah semangat untuk belajar. Bisa jadi, sebelum menikah malas-malasan belajarnya, ketika sudah menikah malah tambah semangat dan tambah rajin untuk belajar. Tidak sedikit yang mengalami perubahan demikian, apalagi secara peraturan akademik seorang mahasiswa sudah diperbolehkan untuk menikah. Seorang mahasiswa sudah tidak dianggap ABG (Anak Baru Gede) lagi, tapi AUG (Anak Udah Gede) alias sudah dewasa. Seorang yang sudah dewasa dianggap sudah bisa bertanggung jawab apa yang menjadi pilihan hidupnya.

Memang benar untuk tetap mengadakan persiapan jika mengambil jalan menikah di saat masih kuliah. Yang pertama harus disadari adalah bahwa hidup berkeluarga adalah berbeda dengan hidup sendirian. Tidak pantas jika orang yang sudah menikah tetap bebas, lepas, menelantarkan keluarganya sebagaimana dulu bisa ia lakukan ketika masih lajang. Orang yang menikah sambil kuliah juga harus pandai-pandai mengatur waktu antara tanggung jawabnya dalam keluarga dan dalam belajar. Selain waktu, manajemen pemikiran juga solid, karena begitu menikah masalah-masalah dulu yang belum ada mendadak bermunculan secara serentak. Bagaimana memahami pasangan hidup baru, bagaimana jika hamil dan melahirkan, bagaimana mendidik anak, bagaimana mencari rumah -nebeng mertua atau cari kontrakan-, bagaimana bersikap kepada mertua, tetangga dan lain-lain, apalagi masih harus memikirkan pelajaran.

Pusing….? Semoga tidak. Sebenarnya menikah sambil kuliah bisa disiapkan sejak hari ini, bahkan juga sudah sejak SD. Modal awalnya adalah manajemen diri sendiri. Ketika seorang sudah sejak dahulu berlatih untuk hidup mandiri, akan mudah baginya untuk hidup berkeluarga. Misalnya saja sudah sejak SD bisa mencuci pakaian dan piring sendiri, mengatur waktu belajar, berorganisasi, dan bermain, mengatur keuangan sendiri, dan sebagainya. Kesiapan juga bisa diraih jika seseorang biasa menghadapi dan memecahkan problem hidupnya. Karena itu perlu organisasi dan bersaudara dengan orang lain, saling mengenal, memahami orang lain dan membantu kesulitannya.

3. Belum Cocok

 Mungkin pula sudah lulus, sudah kerja, sudah berusaha cari calon pasangan tapi merasa belum menemukan pasangan yang cocok, sehingga belum jadi menikah pula, padahal sudah hampir tidak tahan ! Ini juga merupakan masalah yang bisa datang dari kedua belah pihak, baik pihak pemuda maupun pemudi. Kecocokan memang diperlukan. yang jadi pertimbangan dasar dan awal tentu saja faktor agama, yaitu aqidah dan akhlaknya. Allah berfirman, yang artinya :

“Mereka (perrempuan-perempuan mukmin) tidak halal bagi laki-laki kafir. Dan laki-laki kafir pun tidak halal bagi mereka.” (Al-Mumtahanah : 10)

Rasulullah juga bersabda, “Wanita itu dinikahi karena 4 hal : karena kecantikannya, karena keturunannya, karena kekayaannya, dan karena agamanya. Menangkanlah dengan memilih agamanya maka taribat yadaaka (kembali kepada fitrah atau beruntung).” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain)

Keadaan yang lain adalah nomor dua setelah pertimbangan agama. Namun kebanyakan di sinilah ketidakcocokannya. Sudah dapat yang agamanya bagus tapi kok nggak cocok pekerjaannya, nggak cocok latar belakang pendidikannya, nggak cocok hobinya, warna matanya kok begitu, pakai kacamata, kok hidungnya…dan lain-lain.

Kalau mau mencari kekurangan tiap orang pasti punya kekurangan karena tidak ada manusia yang diciptakan secara sempurna. Sudah cantik, kaya, keturunan bangsawan, pandai, rajin, keibuan, penyayang, tidak pernah berbuat salah.

Ketika seorang pemuda atau pemudi sudah mau menikah, memang seharusnya cari tahu dulu tentang calon pasangan hidupnya ke sahabatnya, saudaranya atau ustadznya, atau yang lainnya, baik kelebihan maupun kekurangannya. Jika sudah tahu, tanyakan pada diri sendiri, apakah bisa menerima dan memaklumi kekurangan serta kelebihan si dia. Rasulullah bersabda, yang artinya,

“Janganlah seorang mukmin laki-laki membenci mukmin perempuan. Bila dia membencinya dari satu sisi, tapi akan menyayang dari sisi lain.” (HR.Muslim)

Jadi, jangan hanya melihat kekurangannya saja, tapi juga perlu melihat kelebihannya. Ketika kekurangan sudah bisa diterima, kelebihan akan lebih bisa menimbulkan perasaan suka. Karena itu, jangan sampai sulit nikah karena dibikin sendiri.

4. Belum Mantap

 Masalah satu ini juga bisa terjadi pada tiap orang pihak pemuda, pihak pemudi, baik yang sudah kerja atau yang belum, baik sudah lulus atau belum. Pertama kali, perlu diselidiki belum mantapnya itu karena apa, karena tak sedikit yang beralasan belum mantap, ketika ditelusuri larinya juga menuju ketiga masalah ‘belum’ di atas.

Namun ada juga yang belum mantap karena memang merasa persiapan dirinya kurang baik ilmu tentang pernikahan, keluarga, dan pernik-pernik di sekitarnya. Orang seperti ini malah tidak memusingkan masalah ketiga ‘belum’ di atas, karena memang dia merasa belum siap dan belum mampu.

Solusinya tidak lain adalah mementapkan dan mempersiapkan diri. Hal ini bisa ditempuh lewat menuntut ilmu tentang pernikahan, dan keluarga, baik dengan menghadiri pengajian, yang membahas masalah tersebut atau dengan membaca buku-buku mengenainya. Penting pula untuk menimba pengalaman kepada orang yang sudah menikah, karena kadang-kadang buku-buku dan ceramah ilmiah dan formal tidak membahas masalah praktis yang detail yang diperlukan agar siap menikah.

(Sumber : Majalah El-Fata Edisi 11 Th.I/2001/1422 hal.16-19 /tentang-pernikahan.com ).

4 Kunci Rumah Tangga Harmonis

Harmonis adalah perpaduan dari berbagai warna karakter yang membentuk kekuatan eksistensi sebuah benda. Perpaduan inilah yang membuat warna apa pun bisa cocok menjadi rangkaian yang indah dan serasi.

Warna hitam, misalnya, kalau berdiri sendiri akan menimbulkan kesan suram dan dingin. Jarang orang menyukai warna hitam secara berdiri sendiri. Tapi, jika berpadu dengan warna putih, akan memberikan corak tersendiri yang bisa menghilangkan kesan suram dan dingin tadi. Perpaduan hitam-putih jika ditata secara apik, akan menimbulkan kesan dinamis, gairah, dan hangat.

Seperti itulah seharusnya rumah tangga dikelola. Rumah tangga merupakan perpaduan antara berbagai warna karakter. Ada karakter pria, wanita, anak-anak, bahkan mertua. Dan tak ada satu pun manusia di dunia ini yang bisa menjamin bahwa semua karakter itu serba sempurna. Pasti ada kelebihan dan kekurangan.

Nah, di situlah letak keharmonisan. Tidak akan terbentuk irama yang indah tanpa adanya keharmonisan antara nada rendah dan tinggi. Tinggi rendah nada ternyata mampu melahirkan berjuta-juta lagu yang indah.

Dalam rumah tangga, segala kekurangan dan kelebihan saling berpadu. Kadang pihak suami yang bernada rendah, kadang isteri bernada tinggi. Di sinilah suami-isteri dituntut untuk menciptakan keharmonisan dengan mengisi kekosongan-kekosongan yang ada di antar mereka.

Ada empat hal yang mesti diperhatikan untuk menciptakan keharmonisan rumah tangga.keempatnya adalah:

1. Jangan melihat ke belakang

Jangan pernah mengungkit-ungkit alasan saat awal menikah. “Kenapa saya waktu itu mau nerima aja, ya? Kenapa nggak saya tolak?” Buang jauh-jauh lintasan pikiran ini.

Langkah itu sama sekali tidak akan menghasilkan perubahan. Justru, akan menyeret ketidakharmonisan yang bermula dari masalah sepele menjadi pelik dan kusut. Jika rasa penyesalan berlarut, tidak tertutup kemungkinan ketidakharmonisan berujung pada perceraian.

Karena itu, hadapilah kenyataan yang saat ini kita hadapi. Inilah masalah kita. Jangan lari dari masalah dengan melongkok ke belakang. Atau, na’udzubillah, membayangkan sosok lain di luar pasangan kita. Hal ini akan membuka pintu setan sehingga kian meracuni pikiran kita.

2. Berpikir objektif

Kadang, konflik bisa menyeret hal lain yang sebetulnya tidak terlibat. Ini terjadi karena konflik disikapi dengan emosional. Apalagi sudah melibatkan pihak ketiga yang mengetahui masalah internal rumah tangga tidak secara utuh.

Jadi, cobalah lokalisir masalah pada pagarnya. Lebih bagus lagi jika dalam memetakan masalah ini dilakukan dengan kerjasama dua belah pihak yang bersengketa. Tentu akan ada inti masalah yang perlu dibenahi.

Misalnya, masalah kurang penghasilan dari pihak suami. Jangan disikapi emosional sehingga menyeret masalah lain. Misalnya, suami yang tidak becus mencari duit atau suami dituduh sebagai pemalas. Kalau ini terjadi, reaksi balik pun terjadi. Suami akan berteriak bahwa si isteri bawel, materialistis, dan kurang pengertian.

Padahal kalau mau objektif, masalah kurang penghasilan bisa disiasati dengan kerjasama semua pihak dalam rumah tangga. Tidak tertutup kemungkinan, isteri pun ikut mencari penghasilan, bahkan bisa sekaligus melatih kemandirian anak-anak.

3. Lihat kelebihan pasangan, jangan sebaliknya

Untuk menumbuhkan rasa optimistis, lihatlah kelebihan pasangan kita. Jangan sebaliknya, mengungkit-ungkit kekurangan yang dimiliki. Imajinasi dari sebuah benda, bergantung pada bagaimana kita meletakkan sudut pandangnya.

Mungkin secara materi dan fisik, pasangan kita mempunyai banyak kekurangan. Rasanya sulit sekali mencari kelebihannya. Tapi, di sinilah uniknya berumah tangga. Bagaimana mungkin sebuah pasangan suami isteri yang tidak saling cinta bisa punya anak lebih dari satu.

Berarti, ada satu atau dua kelebihan yang kita sembunyikan dari pasangan kita. Paling tidak, niat ikhlas dia dalam mendampingi kita karena Allah sudah merupakan kelebihan yang tiada tara. Luar biasa nilainya di sisi Allah. Nah, dari situlah kita memandang. Sambil jalan, segala kekurangan pasangan kita itu dilengkapi dengan kelebihan yang kita miliki. Bukan malah menjatuhkan atau melemahkan semangat untuk berubah.

4. Sertakan sakralitas berumah tangga

Salah satu pijakan yang paling utama seorang rela berumah tangga adalah karena adanya ketaatan pada syariat Allah. Padahal, kalau menurut hitung-hitungan materi, berumah tangga itu melelahkan. Justru di situlah nilai pahala yang Allah janjikan.

Ketika masalah nyaris tidak menemui ujung pangkalnya, kembalikanlah itu kepada sang pemilik masalah, Allah swt. Pasangkan rasa baik sangka kepada Allah swt. Tataplah hikmah di balik masalah. Insya Allah, ada kebaikan dari semua masalah yang kita hadapi

Lakukanlah pendekatan ubudiyah. Jangan bosan dengan doa. Bisa jadi, dengan taqarrub pada Allah, masalah yang berat bisa terlihat ringan. Dan secara otomatis, solusi akan terlihat di depan mata. Insya Allah!

Qana’ah Sifat Mulia Yang Harus Di Miliki Para Istri

Sikap qana’ah atau menerima apa adanya (nrimo) pada masalah kebendaan (duniawi) dalam kehidupan suami istri sangat dibutuhkan.Terutama bagi seorang istri tanpa adanya sifat qana’ah maka bisa dibayangkan bagaimana susahnya seorang suami.Setiap tiba dirumah maka yang terdengar adalah keluhan-keluhan, belum punya ini belum punya itu, ingin beli perhiasan, pakaian baru, sepatu baru, jilbab baru,perkakas rumah tangga, furniture, dan lain-lainnya.
Alhamdulillah bila sang suami memiliki banyak harta apabila tidak maka yang terjadi adalah pertengkaran dan perselisihan melihat kedudukan suami dengan sebelah mata karena gaji yang kecil .Terkadang keluar keluhan bila si Fulan bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar mengapa engkau tidak???sehingga impian membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah warrahmah semakin jauh.Hati menjadi resah dan gundah lalu hilanglah rasa syukur, baik kepada suami maupun kepada Allah.Bila hal ini sudah menimpa pada seorang istri maka waspadalah ya ukhti,….sesungguhnya engkau telah membebani suamimu diluar kemampuannya.
Engkau telah membuatnya terlalu sibuk dengan dunia untuk memenuhi segala keinginanmu. Berapa banyak kaum suami yang meninggalkan majelis ilmu syar’i demi mengejar uang lemburan? sebelum menikah rajin datang ke tempat majelis ilmu setelah menikah jarang terlihat lagi, mungkin tadinya datang setiap minggu sekarang frekuensinya menjadi sebulan dua kali atau sekali bahkan mungkin tidak datang lagi!!! Atau berapa banyak kaum suami yang rela menempuh jalan yang diharamkan Allah Ta’ala demi membahagiakan sang istri tercinta.Yang terakhir ini banyak ditempuh oleh para suami yang minim sekali ilmu agamanya sehingga demi ‘’senyuman sang istri” rela ia menempuh jalan yang dimurkai-Nya.Wal’iyyadzu billah.
Duhai, para istri…engkau adalah sebaik-baik perhiasan diatas muka bumi ini bila engkau memahami dienmu. Maka jadilah wanita dan istri yang shalihah,itu semua bisa dicapai bila engkau mampu mengendalikan hawa nafsumu, bergaul hanya dengan kawan-kawan yang shalihah dan berilmu,dan tutuplah matamu bila engkau melihat sesuatu yang tidak mungkin bisa engkau raih, lihatlah kebawah masih banyak yang lebih menderita dan lebih miskin hidupnya dibandingkan engkau. Maka akan kau temui dirimu menjadi orang yang mudah mensyukuri nikmat-Nya.
Sifat qana’ah ibarat mutiara yang terpendam di bawah laut, barangsiapa yang bisa mengambilnya dan memilikinya maka beruntunglah ia.Seorang istri yang memiliki sifat qana’ah ini maka dapat membawa ketentraman dan kedamaian dalam rumah tangganya. Suami merasa sejuk berdampingan denganmu, rasanya akan enggan ia menjauh darimu.
Betapa bahagianya para suami yang memiliki istri yang qana’ah, para istri bisa memiliki sifat ini bila ia mau berusaha sekuat tenaga dan berdo’a kepada Allah semata. Ya, Allah janganlah kau jadikan dunia satu-satunya keinginan utama kami, amin.Wallahu’alam bishawwab.

Ketika Anak Menonton Televisi

Pikiran Orangtua:

Malu, mau marah dan jantung rasanya mau copot ketika tiba-tiba mendengar Edu berteriak “bajingan kau!!!”. Entah belajar darimana, tapi rasanya kok sebagai orangtua tidak pernah mengatakan hal-hal kasar seperti itu, pembantu di rumah juga tidak ada yang bicara seperti itu, Wah jangan-jangan dari anak tetangga sebelah rumah. Aaaaaah ternyata Edu mendengarnya di televisi. Di televisi? Bukankah program tayangan Teletubbies kesayangan Edu tidak ada bahasa kasar seperti itu? Ooooooh ternyata Edu juga suka menonton telenovela bersama nenek. Aduh…. kan tidak mungkin melarang nenek menonton telenovela, jadi yang perlu dipikirkan sekarang adalah bagaimana caranya supaya Edu tidak ikutan menonton telenovela bersama nenek dan hanya menonton acara anak-anak saja.

Pikiran Anak:

Aduh, Mama/Papa marah nih, gara-gara Edu tadi bilang “bajingan kau!!!”. Padahal kan Edu lihat ada om jagoan ganteng di televisi bilang begitu, Edu cuman meniru saja kok. Memangnya bajingan kau itu apa sih? Kata mama, itu kata-kata kasar, memangnya kata-kata kasar itu apa sih? Edu kan ingin seperti om jagoan ganteng di televisi itu, banyak yang suka, banyak yang sayang, nenek dan mbak saja tiap hari harus lihat om itu, mama juga kalau di rumah lihat om itu. Tapi, Edu jadi bingung sama Mama dan Papa, kalau Edu hafal cerita-cerita film yang ada di televisi, Mama dan Papa bangga. Mama dan Papa sering bilang sama om dan tante Edu: “wah Edu pintar loh, dia bisa hafal semua cerita-cerita film televisi”. Kalau Edu hafal iklan-iklan di televisi Mama dan Papa juga bangga, katanya Edu pintar , terus kalau Edu lagi menirukan iklan televisi katanya Edu lucu dan menggemaskan. Tapi kalau Edu nonton televisi terus-terusan, Mama dan Papa marah, katanya Edu malas. Padahal kalau nggak nonton kan nggak bisa hafal film dan iklan yang di televisi. Aduuuuuuh Edu jadi bingung.

Sebagai orangtua, pernahkah anda mengalami situasi seperti di atas? Kadang-kadang marah karena anak menirukan adegan di televisi, tetapi seringkali juga memuji dan bangga kalau anak hafal dengan cerita-cerita atau iklan-iklan yang ada di televisi. Kalau dilihat sepintas sepertinya ada standard ganda di sini, walaupun sebenarnya tidak. Sebagai orangtua kita sudah tahu dengan pasti mana yang pantas dan mana yang tidak, mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga kita bisa menetapkan mana program yang boleh ditonton dan ditiru dan mana yang tidak. Orangtua juga tahu kapan menonton televisi, kapan waktu belajar. Tetapi apakah anak sudah tahu dengan pasti mengenai hal baik dan buruk tersebut, apakah anak sudah mengetahui program televisi mana saja yang diperbolehkan untuk ditonton dan apakah anak sudah menyadari benar-benar mengenai pembagian waktu? Anak mungkin bingung dan tidak mengerti, ditambah lagi kalau standard yang ditetapkan oleh orangtua berbeda dengan yang ditetapkan oleh pengasuh (termasuk dalam pengasuh adalah suster, kakek-nenek dan om-tante yang ikut serta dalam pengasuhan sehari-hari). Nah, pertanyaan kita kemudian adalah bagaimana orangtua menyikapi anak dalam menonton televisi?

Darimana Anak Meniru Adegan Kekerasan ?

Televisi, si kotak ajaib yang keberadaanya sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari, seringkali menimbulkan kecemasan bagi orangtua yang anaknya masih kecil. Cemas kalau anak jadi malas belajar karena kebanyakan nonton televisi, cemas kalau anak meniru kata-kata dan adegan-adegan tertentu, cemas mata anak jadi rusak (minus), dan cemas anak menjadi lebih agresif karena terpengaruh banyaknya adegan kekerasan di televisi. Namun demikian harus diakui bahwa kebutuhan untuk mendapatkan hiburan, pengetahuan dan informasi secara mudah melalui televisi juga tidak dapat dihindarkan. Televisi, selain selalu tersedia dan amat mudah diakses, juga menyuguhkan banyak sekali pilihan, ada sederet acara dari tiap stasiun televisi, tinggal bagaimana pemirsa memilih acara yang dibutuhkan, disukai dan sesuai dengan selera. Sehingga walaupun semua orang mungkin sudah tahu akan dampak negatif yang bisa ditimbulkannya, keberadaan televisi tetap saja dipertahankan.

Kecemasan orangtua terhadap dampak menonton televisi bagi anak-anak memang sangat beralasan, mengingat bahwa banyak penelitian menunjukkan televisi memang memiliki banyak pengaruh baik negatif maupun positif. Misalnya penelitian yang dilakukan Liebert dan Baron, menunjukkan hasil: anak yang menonton program televisi yang menampilkan adegan kekerasan memiliki keinginan lebih untuk berbuat kekerasan terhadap anak lain, dibandingkan dengan anak yang menonton program netral (tidak mengandung unsur kekerasan).

Dalam benak banyak orang dewasa, film-film kartun dan film-film robot dianggap merupakan film anak-anak dan cocok dikonsumsi oleh mereka karena format penyajiannya disesuaikan dengan perkembangan anak-anak. Benarkah demikian? Jawabnya tidak semua film-film tersebut cocok dikonsumsi anak-anak. Contohnya Bart Simpson dan Crayon Sinchan yang cukup populer di Indonesia, sebenarnya tidak cocok untuk anak-anak, karena bercerita dalam bahasa yang kasar dan tingkah laku urakan. Tetapi diawal kemunculannya, orangtua membiarkan kedua film tersebut ditonton oleh anak-anak karena format penyajian dan jam tayangnya yang pas dengan waktu anak menonton televisi. Setelah berjalan beberapa lama barulah orangtua menyadari kalau tontonan tersebut tidak cocok dan ramai-ramai mengajukan protes kepada stasiun televisi. Akhirnya kemudian film tersebut diberi keterangan bukan untuk konsumsi anak-anak.

Kalau mau lebih teliti, sebenarnya banyak film “anak-anak” yang justru menampilkan adegan kekerasan dan kata-kata yang kasar (meski tidak sekasar film dewasa sih), walaupun banyak juga terdapat adegan-adegan kebaikan (karena biasanya film-film tersebut bercerita tentang pertentangan antara kebaikan dan kejahatan). Contoh film-film yang memiliki kedua unsur tersebut adalah film Popeye the Sailor Man, Batman & Robin, Power Puff Girls, Power Ranger dan Saras 008. Film-film ini sangat populer di dalam dunia anak-anak kita sehingga seringkali menjadi model yang ditiru oleh anak-anak. Meskipun mengandung adegan kekerasan, namun film-film ini sepertinya tidak menimbulkan kecemasan bagi orangtua, karena para orangtua sampai sekarang merasa aman meninggalkan anak-anak ketika menonton film-film ini. Sementara itu kalau ada film dewasa, baik yang menampilkan adegan kekerasan maupun tidak, anak-anak seringkali tidak diperbolehkan menonton. Hal ini sudah menunjukkan standard ganda yang diberikan orangtua kepada anak. Adegan kekerasan dalam film dewasa tidak boleh ditonton, tetapi adegan kekerasan dalam film anak-anak boleh ditonton, jadi kekerasan boleh atau tidak? Lalu apakah tidak ada kemungkinan bahwa anak justru dapat juga meniru adegan kekerasan atau kata-kata kasar yang ada dalam film-film tersebut karena mereka melihat bahwa orangtua membiarkan mereka menonton film tersebut dengan bebas?

Apa yang Sebaiknya Dilakukan Orangtua ?

Mengingat bahwa sangatlah sulit (bahkan tidak mungkin) bagi orangtua untuk menjauhkan anak dari televisi, maka ada baiknya orangtua melakukan beberapa hal sebagai berikut:

Dampingi anak ketika menonton dan beri penjelasan

Sebenarnya daripada orangtua tiba-tiba mengomel ataupun memuji anak, hal pertama yang sebaiknya dilakukan adalah memberi pengertian dan mendampingi anak ketika menonton televisi. Jika anak bertanya jawablah pertanyaan tersebut dengan rinci dan sesuai dengan perkembangan anak. Banyak hal yang belum diketahui oleh seorang anak, oleh karena itu kalau tidak ada yang memberi tahu ia akan mencari sendiri dengan mencoba-coba dan meniru dari orang dewasa. Apakah hasil percobaan maupun peniruannya benar atau salah, anak mungkin tidak tahu. Di sinilah tugas orangtua untuk selalu memberi pengertian kepada anak, secara konsisten. Kebingungan anak karena standar ganda yang diterapkan orangtua juga bisa teratasi kalau orangtua memberi penjelasan kepada anak.

Buat jadwal kegiatan anak

Anak juga perlu diajarkan bahwa ada waktu tersendiri untuk setiap kegiatan-kegiatannya. Atur waktu yang jelas, kapan menonton televisi, kapan belajar dan kapan bermain. Walaupun anak sudah relaks dengan menonton televisi, anak tetap butuh waktu untuk bermain. Televisi mengkondisikan anak menjadi pasif, hanya menerima dan menyerap informasi dengan posisi tubuh yang juga pasif (cukup dengan duduk), karena itu anak tetap perlu waktu untuk bermain (terutama bermain dengan anak-anak lain) supaya mereka tetap aktif dan mampu bersosialisasi. Mereka tetap butuh waktu untuk berlari-larian, mengobrol dengan teman-teman dan bermain dengan mainan. Pengaturan waktu bisa mengkondisikan anak untuk selalu menonton televisi dengan didampingi orangtua.

Seleksi program tayangan televisi yang cocok untuk anak

Kalaupun tidak sempat mendampingi anak, orangtua sebaiknya menyeleksi program televisi mana yang benar-benar cocok untuk anak. Sebelum anak diijinkan untuk menonton program televisi tertentu, orangtua sudah mengetahui program tersebut cocok atau tidak untuk anak, jadi orangtua sudah pernah terlebih dulu menonton program tersebut dan melakukan evaluasi. Jangan sampai terjadi lagi kasus Crayon Sinchan. Untuk melakukan hal ini tentu saja dibutuhkan kesabaran dan pengorbanan dari orangtua, untuk sementara orangtua harus mengorbankan kesenangannya sendiri menonton televisi demi mencari-cari dan menyeleksi program televisi yang cocok untuk anak tercinta.

Bangun kerjasama dengan seluruh anggota keluarga

Bangunlah kerjasama dengan seluruh anggota keluarga, karena kerja sama dari seluruh anggota keluarga (termasuk pengasuh) sangat diperlukan. Pastikan bahwa seluruh keluarga memiliki pengertian yang sama mengenai anak dan masalah televisi tersebut. Berikan pengertian kepada anggota keluarga bahwa bagaimanapun juga mereka kadang-kadang harus mengorbankan kesenangan mereka demi kebaikan sang anak. Jangan sampai standard yang sudah diterapkan orangtua terhadap anak, ternyata tidak diterapkan oleh anggota keluarga lainnya ketika orangtua tidak ada ditempat.

Konsisten dalam bertindak

Orangtua dan pengasuh perlu untuk selalu bertindak secara konsisten dan tidak bosan-bosannya dalam memberikan pengertian kepada anak, sehingga anak tahu dengan jelas mana yang boleh mana yang tidak, mana yang baik dan mana yang buruk. Oke…..semoga bermanfaat

Bagaimana Memilih Playgroup yang Sesuai Untuk Anak

Kenapa Gelisah Memilih Pendidikan Pra-Sekolah

Banyak orang tua yang begitu takut dan cemas ketika anak-anak mereka akan memulai menginjak masa pendidikan, padahal anak-anak mereka masih sangat kecil. Akan tetapi penelitian ilmiah menegaskan bahwa apabila sudah dipilih tempat yang cocok bagi anak, maka anak akan banyak mengambil manfaat dari sekolah itu.
Maka, anak-anak belajar akan segala sesuatu dari alam sekitarnya ketika bermain. Oleh karena itu, anda harus bisa memberikan kepadanya banyak permainan yang beraneka ragam di rumah. Akan tetapi banyak Taman Kanak-Kanak (TK) atau playgroup, kindergarten, pre-school, yang menyediakan sarana permainan yang tidak bisa disediakan oleh orang tua. Pada saat yang sama, maka anak anda akan banyak menemui kesempatan bermain dan berkenalan dengan anak lain secara lebih luas.
Secara alami, anak-anak suka mengamati dan pengen tahu terhadap lingkungan sekitarnya. Dan dengan memasukkan ia ke dalam TK atau Playgroup atau Kindergarten atau Pre-school, maka akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memulai belajar tanpa ada tekanan apapun. Maka, semua institusi di atas, bahkan mayoritasnya menjadikan “arena permainan” sebagai bagian yang pokok dalam jadwal aktivitas mereka, dimana hal itu dibangun di atas pemikiran “Anak-anak harus bisa mendapatkan porsi yang cukup akan permainan untuk menyempurnakan pendidikan mereka pada saat mereka memperoleh rasa capek dan bahagia”.
Juga, dengan anak-anak bermain bersama kawannya, maka ia akan banyak mempelajari “live skill” tentang “kompetensi sosial”, seperti: membangun kerja sama, bekerja bersama tim, memilih kawan, dan percaya diri.

Ummi, Aku Nggak Mau Pergi !!

Sebagian anak terkadang merasa cemas di awal-awal pergi ke TK atau Playgroup atau Kindergarten atau Pre-school. Akan tetapi, kecemasan anakmu jangan sampai mengalahkanmu, antarlah anakmu ke sekolah…Sebab, mayoritas TK bisa membimbing dan membantu anak-anak –karena mereka memiliki pengalaman yang bisa membantu anak-anak yang masih takut– agar tetap mau dan nyaman di sekolah.
Di sini ada dua pelajaran yang bisa dipetik seputar metode yang bagus dalam membiasakan anak dan mengembalikannya ke sekolahnya. Yang pertama: Engkau tinggalkan anak dan panggillah, ia akan menangis dan memelas terhadap apa yang dia alami pada awal-awal harinya. (Akan tetapi, apakah sang Ibu bisa menjadi pelipur hari sang anak yang menangis dan perasaan bersalahnya?)
Adapun pelajaran kedua, adalah berikanlah pelajaran kepada anakmu secara bertahap. Pertama, Jika mungkin tinggallah ia selama 30 menit, dan kembalilah kepadanya lagi dan teruslah bersamanya sehingga ia mampu merasa enjoy. Demikian seterusnya. Dan metode apapun yang engkau pilih, maka pastikan dirimu sudah menunjukkan buku-buku khusus tentang TK, dan bacakanlah kepadanya dari buku-buku itu kisah-kisah, serta ceritakanlah bagaimana keadaan sang anak pada pekan-pekan pertama ia masuk sekolah.

Apa Kelompok bermainmu yang Kamu Pilih

Sungguh, pengaruh TK atau kelompok bermain, merupakan contoh yang berbeda-beda tentang pengalaman dan pelihaian khusus tentang “usia pra-sekolah”. Oleh karena itu, sangat penting agar engkau benar-benar teliti dalam memilih sekolah mana yang engkau ambil sebelum memutuskannya. Maka, engkau harus benar-benar mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan, berapa jam sekolah per hari, plus manhaj apa yang dipegang oleh sekolah tersebut, sehingga kita benar-benar tahu arah sekolah itu.
Oleh karena itu, kunjungilah TK atau kelompok bermain yang engkau akan pilih sehingga engkau benar-benar mengetahui apa yang akan diperoleh anakmu di sekolah tersebut. Ada sejumlah hal yang bisa engkau perhatikan untuk mengetahui secara umum TK yang bagus atau tidak:

§  Bagaimana cara sekolah menemuimu ketika engkau sampai di TK tersebut? Apakah mereka menerimamu dengan penuh kegerahan? Apakah mereka memintamu untuk ikut duduk di salah satu kelompok anak-anak? Atau apakah mereka menerimamu seolah mereka benci dengan keberadaanmu di sana?

§  Apakah mereka mengajak bicara anakmu, apakah mereka mampu membawa dan erat dengan anakmu andai anakmu malu-malu atau minder?

§  Apakah terlihat mereka penuh dengan suasana bahagia dan ramah? Sekolah yang baik adalah dimana anak-anakmu merasa rileks, akan tetapi ia menyibukkan diri dengan permainan dan aktivitas lainnya, suka dengan lingkungan bermainnya.

§  Apakah sekolah itu memberikan kesempatan anak untuk berkreasi dan mengekspresikan jiwanya bersamaan dengan keberadaan orang dewasa disekelilingnya yang membinanya?

§  Perhatikan sarana ada di sana, apakah engkau lihat sarana dan prasarananya berwarna-warni dan alat tulis danbuku-buku? Dengan sarana itu, engkau bisa membaca apa yang akan diberikan TK tersebut dalam pendidikan dasarnya.

§  Carilah aktivitas yang dilakukan anak-anak, … Apakah hal-hal itu ditempelkan di dinding sehingga menjelaskan bahwa para pendidiknya menghargai apa yang dikreasikan oleh anak-anak.

§  Apakah TK tersebut memiliki halaman bermain di luar yang bisa dengan mudah dicapai dari gedung sekolah sehingga anak-anak bisa dengan mudah bermain-main?

§  Diskusikan dengan praktisi sekolah tersebut tentang permasalahan agama, perhatikan pendapat-pendapatnya, sebab mereka akan turut serta dalam mendidik anakmu.

§  Apakah proporsi jumlah praktisi sekolah dengan jumlah siswa cukup ideal?

§  Apakah sarana air bersih cukup dengan jumlah siswa?

§  Dan diatas itu semua, Anda mengetahui keadaan anak anda dengan baik, maka apakah TK tersebut benar-benar mendukung perkembangan anakmu atau tidak? Oleh karena itu, adan harus selalu mengiringi dia, sebab terkadang ia tidak bahagia dengan sekolah yang anda pilihkan . Bahkan terkadang ia merasa sumpeg (sempit dada). Pada saat seperti itu, anda harus selalu berada disampingnya di rumah pada beberapa bulan pertama, kemudian mulailah usaha dari awal lagi. Dan jangan anda cemas , sebab suatu saat akan datang masanya dimana anda berusaha menahan anak anda di rumah dan anda tidak mampu untuk itu!!

Apa yang Terjadi di Kelompok Bermain

Mayoritas kelompok bermain atau TK berjalan dengan satu kekhasan, yaitu mengajarkan sesuatu melalui permainan. Anda juga bisa membantu anak melalui cara yang beragam secara lembut, melalui aktivitas yang terprogram sesuai tahapan perkembangan psikologis dan kognitifnya.
Secara umum, program aktivitas sekolah anak-anak harus mengandung unsur-unsur di bawah ini:

§  Permainan bebas, dimana anak-anak bermain selama 1 jam kira-kira ketika baru sampai di sekolahnya. Dalam permainan ini bisa ditambahkan latihan mewarnai, bermain dengan peralatan rumah atau peralatan dapur (bagi perempuan), pakaian dan perhiasan, dll. Juga ditambahkan latihan menulis, menyusun sesuatu (bongkar-pasang), nasyid, dll.

§  Waktu istirahat, dimana anak-anak menyantap beraneka minuman, makanan ringan, kemudian urusan ke kamar kecil.

§  Olah raga.

§  Waktu bercerita, dimana anak-anak duduk mendengarkan dalam satu lingkaran mengelilingi pengajar atau walinya. Saat ini, anak-anak diberikan kebebasan untuk rileks –dengan tetap santun– sebelum akhirnya pulang ke rumah masing-masing.