Ilmu Akhlak membahas tentang tingkah laku manusia untuk dinilai apakah perbuatan tersebut tergolong baik, mulia, atau sebaliknya, yakni buruk, hina dan tercela. Pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak dapat di bagi menjadi dua bagian. Pertama pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak diluar Islam dan pertumbuhan dan perkembangan di dalam ajaran agama Islam.
- A. Ilmu Akhlak di Luar Agama Islam
- 1. Akhlak pada Bangsa Yunani
Munculnya Ilmu Akhlak pada bangsa Yunani bermula pada apa yang disebut phisticians, yaitu orang – orang yang bijksana (500-450 SM). Dasar yang di gunakan dalam membangun Akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia atau pemikiran tentang manusia. Ini menujukkan bahwa Akhlak mereka bangun lebih bersifat filosofis, yaitu filsafat yang tertumpu pada kajian secara mendalam terhadap potensi kejiawaan yang terdapat dalam diri manusia.
Sejarah mencatat, bahwa filosof Yunani yang pertama kali mengemukakan pemikiran di bidang Akhlak adalah Socrates (469-399 M). Socrates dipandang sebagai perintis Ilmu Akhlak, karena ia pertama kali berusaha sungguh-sungguh membentuk pola hubungan antarmanusia dengan dasar Ilmu Pengetahuan. Dia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk pola hubungan itu tidak akan menjadi benar, kecali bila didasarkan pada Ilmu pengetahuan sehingga ia berpendapat bahwa keutamaan itu adalah Ilmu. Setelah Socrates muncul beberapa golongan peneliti. Diantaranya Cynics dibangun oleh Antithenes yang hidup pada tahun 444-370 SM dan Cyrenics yang dibangun oleh Aristippus lahir di Cyrena. Kedua golongan ini sama-sama membicarakan tetang perbuatan baik, utama dan mulia.
Pada tahap selanjutnya muncul Plato (427-347). Pandangannya dalam bidang akhlak berupaya memadukan dua unzur dalam dari diri manusia berupa akal pikiran dan potensi lainya dan unzur luar berupa pancaran nilai-nilai luhur dari yang bersifat mutlak.
Setelah Plato datang pula Aristoteles (394-322 SM). Berpendapat bahwa tujuan akhir yang dikehendaki oleh manusia dari apa yang dilakukannya adalah bahagia atau kebahagiaan. Jalan untuk mencapai itu adalah dengan menggunakan akal dengan sebaik-baiknya.
2. Akhlak pada Agama Nasroni
Pada akhir abad ketiga Masehi tersiarlah agama nasrani di Eropa. Agama ini telah berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak yang tersebut dalam kitab Taurat dan Injil. Menurut agama ini bahwa Tuhan adalah sumber akhlak. Tuhanlah yang membentuk dan membuat patokan-patokan akhlak yang harus di pelihara dan di laksanakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Tuhanlah yang menjelaskan arti baik dan buruk. Menurut agama ini bahwa yang di sebut baik ialah perbuatan yang di sukai Tuhan serta berusaha melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Menurut ahli-ahli filsafat Yunani bahwa pendorong buat melakukan perbuatan baik ialah pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan menurut agama Nasrani bahwa pendorong berbuat kebaikan ialah cinta dan iman kepada Tuhan berdasarkan petunjuk kitab Taurat.
3. Akhlak pada Bangsa Romawi ( Abad Pertengahan)
Kehidupan masyarakat Eropa di Abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dalam kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa yang diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya. Oleh karena itu tidak ada artinya lagi penggunaan akal pikiran untuk kegiatan penelitian. Mempergunakan filsafat boleh saja asal tidak bertentangan dengan doktrin yang dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki persamaan dan menguatkan pendapat gereja. Di luar ketentuan seperti itu penggunaan filsafat tidak diperkenankan.
Namun demikian sebagian dari kalangan gereja ada yang mempergunakan pemikiran Plato, Aristoteles dan Stoics untuk memperkuat ajaran gereja dan mencocokannya dengan akal. Filsafat yang menentang agama Nasrani dibuang jauh-jauh.
4. Akhlak pada Bangsa Arab
Bangsa Arab pada zaman Jahiliyah tidak mempunyai ahli-ahli filsafat yang mengajak kepada aliran paham tertentu, sebagaimana yang dijumpai pada bangsa Yunani dan Romawi. Hal yang demikian sebagai akibat dari tidak berkembangnya kegiatan ilmiah di kalangan masyarakat arab. Pada masa itu bangsa arab hanya mempunyai ahli hikmah dan ahli syair.
- B. AKHLAK PADA AGAMA ISLAM
Al-qu’an adalah sebagai sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran agama islam. Hukum-hukum islam yang mengandung serangkian pengetahuan tentang kaidah, pokok-pokok akhlak dan perbuatan dapat di jumpai sumber yang aslinya di dalam al-Qur’an. Akhlak pada agama islam telah tercermin pada pribadi nabi Muhammad SAW yang mencakup keseluruan. Salah satu diutusnya nabi kedunia ini adalah sebagai penyempurnah akhlak manusia.
- C. AKHLAK PADA ZAMAN BARU
Pada akhir abad kelima belas Masehi di Eropa mengalami kebangkitan dalam bidang filsafat,ilmu pengetahuan dan teknologi. Segalah sesuatu yang selama ini dianggap mapan mulai diteliti, dikritik dan diperbaharui salah satunya masalah akhlak. Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan menurut kenyataan empirik yang semula bersumber pada ajaran al-kitab dan dogama kristiani.
Pada saat itu banyak pemikir yang melontarkan masalah akhlak diantaranya: Descartes, mengatakan akhlak hanya bersifat rasionalistik dan empirik. Selanjutnya pada Immanuel Kant mengatakan bahwa akhlak adalah perasaan kewajiban intuitif.
Penangan akhlak yang terdapat dalam pemikiran Barat tersebut tampak memperlilhatkan coraknya yang amat sekuler, yakni memisahkan padangan akhlak tersebut dari agama atau wahyu Tuhan. Pandangan akhlak yang dikemukan para sarjana Barat itu sepenuhnya didasarkan pada pemikiran manusia semata-mata.